Kantorkita.co.id – Ketidakhadiran karyawan di tempat kerja merupakan isu penting yang dapat mempengaruhi operasional perusahaan. Oleh karena itu, setiap perusahaan perlu memiliki kebijakan yang jelas terkait izin tidak masuk kerja dan pemotongan gaji untuk memastikan keadilan bagi kedua belah pihak. Artikel ini akan membahas aturan dan kebijakan perusahaan mengenai izin tidak masuk kerja serta implikasinya terhadap pemotongan gaji.
Mungkin Anda Butuhkan:
Aplikasi Absensi Android
Aplikasi Absensi IOS
Absensi Android
Absensi Ios
Dasar Hukum Pemotongan Gaji di Indonesia
Di Indonesia, aturan mengenai pemotongan gaji diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 93 ayat (1) menyatakan bahwa upah tidak dibayarkan apabila pekerja atau buruh tidak melakukan pekerjaan. Namun, terdapat pengecualian dalam ayat (2), di mana perusahaan tetap wajib membayar upah jika pekerja tidak masuk kerja karena alasan-alasan tertentu, seperti:
1. Sakit: Pekerja yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sakit dan sakitnya tersebut dibuktikan dengan keterangan dokter.
2. Sakit pada Hari Pertama dan Kedua Masa Haid: Pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
3. Kegiatan Keluarga: Pekerja yang tidak masuk kerja karena menikah, menikahkan, mengkhitankan, atau membaptiskan anak, istri melahirkan atau keguguran, atau ada anggota keluarga meninggal.
4. Kewajiban terhadap Negara: Pekerja yang menjalankan kewajiban terhadap negara.
5. Ibadah Keagamaan: Pekerja yang menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
6. Tugas dari Perusahaan: Pekerja yang melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan juga mengatur bahwa upah tidak dibayarkan apabila pekerja tidak masuk bekerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan. Namun, ketentuan ini tidak berlaku jika pekerja tidak masuk kerja karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas.
Kebijakan Perusahaan terkait Izin Tidak Masuk Kerja
Setiap perusahaan memiliki kebijakan internal yang mengatur izin tidak masuk kerja. Kebijakan ini biasanya tercantum dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Beberapa hal yang umumnya diatur meliputi:
1. Prosedur Pengajuan Izin: Pekerja yang bermaksud untuk tidak masuk kerja diwajibkan memberitahukan kepada atasan atau departemen terkait, biasanya paling lambat 3 hari sebelumnya, dan diajukan secara tertulis dengan mengemukakan alasan yang jelas.
2. Izin karena Kepentingan Mendadak: Jika ada kepentingan mendadak, pekerja harus memberi kabar kepada atasan, baik lewat telepon maupun mengutus orang untuk memberitahukan, dan pada waktu masuk kerja kembali harus menyerahkan bukti tertulis.
3. Izin Tanpa Gaji: Perusahaan dapat memberikan izin tidak masuk kerja tanpa mendapat gaji karena alasan tertentu yang harus diajukan secara tertulis oleh pekerja dengan mencantumkan alasan yang dapat diterima oleh perusahaan.
4. Mangkir: Pekerja yang tidak masuk kerja tanpa pemberitahuan atau tanpa keterangan yang sah dianggap mangkir. Apabila pekerja mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil sebanyak dua kali secara tertulis oleh perusahaan, maka dianggap mengundurkan diri.
Mungkin Anda Butuhkan:
Aplikasi Absensi
Aplikasi Absensi Online
Aplikasi Absensi Gratis
Pemotongan Gaji karena Ketidakhadiran
Pemotongan gaji karena ketidakhadiran harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahaan tidak boleh sembarangan memotong gaji karyawan tanpa dasar yang jelas. Beberapa ketentuan terkait pemotongan gaji antara lain:
1. Ketidakhadiran Tanpa Alasan yang Sah: Jika pekerja tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah dan tidak termasuk dalam pengecualian yang diatur dalam undang-undang, perusahaan berhak untuk tidak membayar upah untuk hari tersebut.
2. Pemotongan Gaji karena Sakit: Untuk pekerja yang tidak masuk kerja karena sakit, perusahaan tetap wajib membayar upahnya. Namun, jika sakit berlangsung lama, terdapat ketentuan mengenai besaran upah yang dibayarkan, yaitu:
– Empat bulan pertama: 100% upah
– Empat bulan kedua: 75% upah
– Empat bulan ketiga: 50% upah
– Bulan selanjutnya: 25% upah hingga terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK)
3. Batas Maksimal Pemotongan Gaji: Pemotongan gaji karyawan tidak boleh melebihi 50% dari gaji yang seharusnya diterima dalam setiap periode pembayaran. Hal ini untuk memastikan bahwa pekerja tetap mendapatkan penghasilan yang layak.
Praktik Terbaik dalam Mengelola Izin dan Pemotongan Gaji
Untuk memastikan keadilan dan kepatuhan terhadap peraturan, perusahaan sebaiknya menerapkan praktik-praktik berikut:
1. Sosialisasi Kebijakan: Pastikan semua karyawan memahami kebijakan perusahaan terkait izin tidak masuk kerja dan pemotongan gaji. Sosialisasi dapat dilakukan melalui pelatihan, buku panduan karyawan, atau komunikasi internal lainnya.
2. Menyediakan Sistem Izin yang Mudah: Gunakan sistem pengajuan izin yang jelas dan transparan, seperti melalui aplikasi HRIS agar pengajuan izin dapat diproses dengan cepat dan terdokumentasi dengan baik.
3. Menerapkan Sanksi yang Proporsional: Jika terjadi pelanggaran terhadap kebijakan ketidakhadiran, sanksi yang diberikan harus sesuai dengan tingkat pelanggaran dan tetap memperhatikan aspek kemanusiaan.
4. Evaluasi Kebijakan Secara Berkala: Perusahaan perlu meninjau dan mengevaluasi kebijakan izin dan pemotongan gaji secara berkala untuk memastikan kebijakan tersebut tetap relevan dan adil bagi semua pihak.
Mungkin Anda Butuhkan:
Aplikasi Absensi Android
Aplikasi Absensi IOS
Absensi Android
Absensi Ios
Kesimpulan
Dengan adanya kebijakan izin tidak masuk kerja yang jelas dan pemotongan gaji yang sesuai dengan aturan, baik perusahaan maupun karyawan dapat menjalankan hak dan kewajiban masing-masing secara adil dan transparan. Hal ini akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif. (KantorKita.co.id/Admin)